Rabu, 29 Desember 2010

Cybernetic

Pada negara-negara yang sudah berkembang atau yang sudah mengalami kestabilan politik dan agama, pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat. Bahkan pada sekitar peluncuran pesawat ruang angkasa yang pertama, sebagian besar masyarakat dunia tidak lagi hanya memperhtaikan, melainkan menjadi demam memikirkan pendidikan. Masyarakat mulai ramai memperdebatkan fungsi dan tujuan pendidikan. Orang-orang yang paling getol memperdebatkan pendidikan cenderung berpendirian, bahwa tujuan pendidikan dasar adalah mempersiapkan generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan tinggi akhirnya dimaksudkan untuk mempersiapkan mahasiswa untuk memperoleh sukses dalam karir dan kehidupan pribadi, serta mampu berpartisipasi di dalam pembangunan masyarakat. Semua ini kemudian dimaksudkan untuk menjadikan Negara lebih maju daripada negara-negara yang lain (Wasty Sumanto, 1999).
Kehidupan masyarakat kita telah menapaki millenium ketiga. Tantangan yang dihadapi tidak sedikit. Masyarakat bukan lagi hidup dalam alam kehidupan tradisional dan kehidupan industri, tetapi menurut Futurolog Alvin Toffler, orang sedang hidup dalam alam kehidupan komunikasi dan informasi. Transparansi kehidupan yang global seolah-olah mengisyaratkan bahwa dunia sudah mengecil bagaikan ”desa dunia”, nyaris tanpa batas, disebabkan oleh derasnya arus komunikasi dan informasi yang menyebar ke dalam denyut nadi kehidupan manusia.
Tugas berat dan harus dilakukan adalah bagimana mempersiapkan seorang anak untuk hidup dalam lingkungan yang selalu dinamis dan penuh kompetisi dengan beragam perubahan yang luar biasa akibat adanya ’ledakan bom’ komunikasi dan informasi yang terus mengalir tanpa mengenal waktu. Bagi seorang anak yang hanya sedikit menguasai ilmu pengetahuan dan informasi yang up to date akanlah sangat sulit baginya untuk beradaptasi dan memahami perputaran roda zaman yang terus menggerus tanpa belas kasihan. Bagaimanapun, tidaklah arif dan bijaksana membiarkan anak-anak dalam ketidakberdayaannya tenggelam dalam kebodohan. Justru menjadi tugas para pendidik dan lembaga pendidikan untuk membebaskannya dari belenggu kepicikan berpikir, kekakuan perilaku, tanpa kesadaran dan motivasi diri untuk memajukan dirinya sendiri, dan bahkan membebaskan diri anak dari kebodohan dalam berhadapan dengan lingkungannya. Sehingga terhindar dari tipu daya kemunafikan dan kemusyrikan yang menjebak perilaku dengan kejahiliyan zaman dalam abad milenium ini.
Satu hal yang harus peserta didik lakukan adalah belajar, terutama belajar memahami diri sendiri, memahami perubahan lingkungan, dan belajar membaca isyarat zaman. Belajar melihat ke depan dan belajar mengatisipasi realitas, merupakan sikap mental diri peserta didik. Untuk melahirkan sikap mental anak yang antisipasif tersebut dibutuhkan orangtua dan guru yang piawai untuk mendidiknya. Sabda Nabi Muhammad SAW : ”Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya maka orangtuanya yang mendidiknya menjadi orang beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (Totok Jumantoro, 2001).
Pendidikan intelektual yang mengabaikan pendidikan sikap mental bukan jamannya lagi keitika jahiliyah moral dan akhlak merajalela di tengah ketidakberdayaan dan kepasrahan insani. Bila manusia hanya terdidik secara intelektual, ia bisa melupakan kejadiannya, dan menjadi sombong. Realitas ini diisyaratkan ALLAH dalam Al Qur’an : ”Dan ALLAH mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (QS : An Nahl, 78). Oleh karena itu, pendidik harus membekali anak didik dengan nilai-nilai moral, sosial, susila, etika, dan agama sebagai pembungkus kepribadian, sehingga peserta didik betul-betul lahir sebagai anak yang berbudi luhur (Syaiful Bahri Djamarah, 2002).
Tujuan tersebut di atas tentu saja tidak akan terwujud bila orang tua dan guru tidak mau tahu siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya. Karena itu, memahami anak didik dan bagaimana cara belajarnya merupakan langkah awal untuk mewujudkan kehendak bersama. Sedangkan sebagai prasyaratnya untuk memahami anak didik dan bagaimana cara belajarnya, orang tua dan guru perlu dibekali aneka ragam pengetahuan psikologis yang sesuai dengan tuntutan jaman, kemajuan sains, dan teknologi, salah satunya memahami pandangan ahli psikologi terhadap pendidikan dan proses belajar.
Belakangan ini orang telah ramai membicarakan pembaharuan pendidikan guna menjawab setiap permasalahan kehidupan manusia. Berbagai faktor dan aspek penyelenggaraan pendidikan telah digarap para ahli demi kemajuan pendidikan dan masyarakat. Namun demikian, belum semua pihak merasa puas terhadap setiap usaha yang telah dilakukan.
Berdasarkan studi psikologi yang baru serta sosiologi pendidikan, maka masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan anak didik untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah (Wasty Sumanto, 1999).
Makalah ini akan menyajikan uaraian yang berisikan pembahasan dalam segi tinjauan aliran humanistik dan sibernetik, yang selaras dengan kehendak tersebut di atas, dalam rangka memajukan pendidikan dan proses belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar